Minggu, 27 September 2015

Menggapai Hidup Berkah

Oleh: H. Syihabuddin M, M.Pd.I


Bismillahirrahmaanirrahiim
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak, rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya? sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barokah.
Kita tidak boleh cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas segala sesuatu itu.Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa berkah dan pasti nanti akan dipertanyaakan di Negri Akhirat Nanti, “ Kemudian pada hari itu kalian akan ditanya tentang nikmat (Q.S At Takatsur). Kita lihat, misalnya suatu rumah tangga  yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia rumah tangga tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan uswah RasulNya.  
Seharusnya kita wajib takut dengan hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak akan bermanfat di dunia dan akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang. Bagaimana supaya uang menjadi berkah? Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. Jangan sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak jujur tetap Allah yang memberi. Rizki penjahat datang dari Allah, rizki orang jujur juga datang dari Allah. Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi haram, tidak berkah, sedangkan yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki yang berkah karena jujur  adalah jalan yang sudah perintahkan oleh Allah dan RasulNya. Seseorang yang memilih dengan cara jujur atau tidak jujur hakikatnya itu adalah pilihan, hanya keimanan yang ada didalam hatinya yang akan mendorong nafsu untuk memilih apa jujur atau tidak jujur. Setelah manusia memilih berarti manusia itu sudah siap deangan resiko yang akan diterima diakhirat nanti.
Sesudah kita jujur, hati-hati pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan, apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min dzalik. Umar bin Abdul Aziz -semoga Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. Kemudian beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, "Kenapa lampu engkau matikan, ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakan urusan keluarga dengan menggunakan asilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt. Dari cerita yang dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang dapat kita teladani daintaranya,
1.     Menggunakan jabatan dan wewenang yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan kepentingan dan kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
2.     Harta kekayaan yang melimpah yang kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang didapat dengan cara yang bersih dan tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak ummat.
Harta adalah ni'mat. Barangsiapa takut kepada Allah dalam masalah harta, lalu membelanjakannya sesuai dengan yang diridhai-Nya, memberi makan fakir miskin, serta mengeluarkannya untuk menolong agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, niscaya Allah akan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, Allah akan menjaganya dan memberkahi keluarga dan anak-anaknya. Duhai alangkah bahagianya hamba ini, bahagia di dunia, juga bahagia di akherat. Dan, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang diperjual-belikan. Ia adalah anugerah Allah bagi hamba-Nya yang ta'at dan memenuhi perintah-Nya.
"Dan kebaikan apa saja yang engkau perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Al Muzzammil: 20)
Orang yang berinfak (bersedekah) di jalan Allah seakan-akan memberi pinjaman kepada Allah, padahal Dia adalah Maha Kaya dan Maha Pemberi. Pilihan kata "qardh" (pinjaman) tentu karena begitu sangat mulianya kedudukan orang yang berinfak di sisi Allah. Di samping, kata "qardh" membawa makna hutang piutang, yang berarti Allah 'Dzat yang tidak menyelisihi janji-Nya' pasti membayar hutangNya tersebut.
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan." (Al Baqarah: 245)
Di ayat lain Allah menegaskan,
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Ali Imran: 133-134).
Karena itu, bersegeralah saudaraku menuju Surga yang memang diperuntukkan Allah bagi segenap hamba-Nya yang bertakwa, yang di antara sifat-sifat mereka adalah menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit.
Suatu kali, ada seorang Salaf yang berthawaf di Ka'bah seraya berulang-ulang membaca do'a, "Ya Allah, jagalah diriku dari sifat kikir, ya Allah jagalah diriku dari sifat kikir." Sehingga ada yang menegur, wahai hamba Allah, apakah engkau tidak mengetahui selain do'a ini? Ia menjawab, sesungguhnya Allah berfirman,
"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al Hasyr: 9)

Adapun faedah menafkahkan harta di jalan Allah adalah sangat banyak.
Pertama, Allah menjamin nafkah orang tersebut. Dalam hadits Qudsi disebutkan,
"Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku (menjamin) nafkahmu." (Muttafaq Alaih)
Kedua, mendapatkan kebaikan saat tibanya Hari Penyesalan, Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma dari hasil kerja(nya) yang baik 'dan Allah tidak menerima kecuali yang baik-baik' maka sungguh Allah menerimanya dengan Tangan KananNya, lalu merawatnya sebagaimana salah seorang dari kamu merawat anak kuda/ untanya sehingga (banyaknya) seperti gunung, karena itu bersedekahlah !." (Muttafaq Alaih)
Ketiga, bersedekah bisa menghapuskan dosa. Rasulullah SAW bersabda,
"Puasa adalah benteng, sedangkan sedekah melenyapkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api." (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi, ia berkata hadits hasan shahih)

Keempat, berinfak adalah salah satu akhlak Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Di antara perbuatan yang sangat beliau cintai adalah memberi, bahkan memberikan sesuatu yang sangat beliau butuhkan sendiri, seperti pakaian yang sedang beliau kenakan. Demikian menurut hadits riwayat Bukhari dari Sahl bin Sa'ad Radhiallahu Anhu.

Kelima, berinfak menyebabkan rezki bertambah, berkembang dan penuh berkah. Lihat kembali
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan." (Al Baqarah: 245)
Keenam, sedekah menyebabkan pemiliknya mendapat naungan pada Hari Pembalasan. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu Anhu disebutkan, ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi Allah, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satunya adalah,
"… dan laki-laki yang bersedekah dan menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya…." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, mendapat kecintaan Allah dan kecintaan manusia terhadapnya. Orang yang suka memberi akan dicintai orang lain, sebab secara fithrah manusia mencintai orang yang berbuat baik padanya. Seorang penyair bersenandung,
"Berbuat baiklah kepada manusia, niscaya engkau menaklukkan hatinya. Sungguh, kebaikanlah yang menaklukkan manusia. Berbuat baiklah jika engkau bisa dan kuasa, karena tidak selamanya orang kuasa berbuat baik."
Kedelapan, kemudahan melakukan keta'atan. Allah menolong orang yang suka bersedekah dalam melakukan berbagai keta'atan, sehingga ia merasa mudah melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman,
"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah".( QS. Al Lail: 5-7)
Motivasi untuk menggapai keridhoan adalah ingat bahwa Allah swt di akhirat nanti hanya memberikan dua pilihan apa Surga atau Neraka, tinggal kita memilih mana yang kita kehendaki. Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat". (Q.S. Al Muminun : 29 )

Wallahu a'lam bishshawab



0 komentar: