BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIIMMM
DENGAN SANGAT HORMAT SAYA MOHON TOLONG BLOGGER INI JANGAN DI GANGGU DENGAN HAL-HAL YANG LAIN.....
BLOGGER INI SAYA BUAT KARENA UNTUK SARANA DAKWAH DAN MENCERDASKAN GENERASI - GENERASI YANG AKAN DATANG
SEKALI LAGI TOLONG JANGAN DIGANGGU ATAU DI UTAK ATIK....TARIK KEMBALI APA YANG SUDAH ANDA LAKUKAN BUAT BLOGGER INI....
INGAT BALASAN DIDUNIA ITU TIDAK SEBERAPA DAN BALASAN DIAKHIRAT ITU KEKAL ABADI DAN SELAMANYA.....
Kamis, 08 Oktober 2015
Rabu, 30 September 2015
ANUGERAH TERINDAH MILIK KITA
Aku terinspirasi oleh mu by Syihab Tea
Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak tegar dan bahagia.
Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh makna yang membias dari guratan keriput
di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian, hingga sekarang mahkota
putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh memberikan
kenyamanan dan kehangatan.
Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta,
membaluri sekujur tubuh dengan do'a-do'a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang
tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol
perjuangan menapak sulitnya kehidupan.
Adakah saat ini kita terenyuh mengenangkannya? Ia adalah sebuah anugerah
terindah yang dimiliki setiap manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak
putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak bertepi. Hingga kerelaan, keikhlasan
dan kesabaran selama 9 bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang
sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Polesannya adalah warna dasar pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih nan
suci, hingga tercipta lukisan Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan yang
diselimuti untaian ayat suci Al Qur'an, zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan
melahirkan syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun
berharap tercipta jundullah (tentara Allah) dari sebuah madrasah keluarga.
Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah
menyemai banyak pahlawan Islam. Teladan Asma' binti Abu Bakar Ash-Shidiq
melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar
dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin
Yusuf, antek Bani Umaiyah. Polesan warna seorang ibunda, Al Khansa, melahirkan
putra-putra kebanggaan Islam yang berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu
persatu syahid pada perang Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda masih
berucap, "Alhamdulillah... Allah telah mengutamakan dan memberikan karunia
padaku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap semoga Allah
mengumpulkan aku dengan mereka dalam rahmat-Nya kelak."
Banyak... sungguh teramat banyak cinta ibunda yang melahirkan kisah-kisah
teladan. Yatim seorang anak pun tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai
sejarah dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya para mujtahid Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan
ibunda mereka telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang gemar
menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan mandiri dalam kemiskinan.
Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan biasa. Bahkan kita pun
tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka
adalah sama, sebuah anugerah terindah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke
angkasa, masihkah selalu ingat ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan,
popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk menyerah kalah, tunduk karena
ketekunan, jerih payah serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan
angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang terlontar?
Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa do'a ibunda, niscaya semua masih
angan-angan belaka.
Astaghfirullah... ampuni diri ini ya Allah.
Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan lidah yang pernah terucap
kata makian hingga membuat luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan
menghalangi untaian do'a terhatur untukmu. Ampuni diri ananda yang tak pernah
bisa membahagiakanmu, ibunda.
Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa lalu luruh di pangkuan,
mendekap tubuh sepuh, serta menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan
kerinduan dalam riak anak-anak sungai di ujung mata. Rengkuhlah ananda dengan
belai kasih sayangmu bagai masa kecil dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik
dalam rahimmu dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan do'a-do'a hingga ananda
pun lelap tertidur di sampingmu.
Duhai ibunda...
Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat menggantikan gemuruh haru detak jantung
saat engkau memelukku.
Indah... semua begitu indah dalam alunan cintamu, menelisik lembut, membasahi
lorong hati dan jiwa yang rindu kasih sayangmu.
Ibu.....Maafkan dan mohon Ke RidhoanMu
H. Syihabuddin M,M.Pd.I
Aku terinspirasi oleh mu by Syihab Tea |
Minggu, 27 September 2015
Menggapai Hidup Berkah
Oleh: H. Syihabuddin M, M.Pd.I
Bismillahirrahmaanirrahiim
Sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak,
rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas
tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau
ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya?
sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barokah.
Kita tidak boleh cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi
yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas segala sesuatu itu.Jadi
bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah
dimiliki tidak membawa berkah dan pasti nanti akan dipertanyaakan di Negri
Akhirat Nanti, “ Kemudian pada hari itu kalian akan ditanya tentang nikmat
(Q.S At Takatsur). Kita lihat, misalnya suatu rumah tangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya
harus dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi
dunia rumah tangga tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
dan uswah RasulNya.
Seharusnya kita wajib takut
dengan hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak akan bermanfat di dunia dan akhirat.
Mulailah berhati-hati dengan uang. Bagaimana supaya uang menjadi berkah?
Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak digunakan untuk minum kalau
terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. Jangan sekali-kali kita mencoba untuk
tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak jujur tetap Allah yang memberi. Rizki
penjahat datang dari Allah, rizki orang jujur juga datang dari Allah. Bedanya,
rizki yang diberikan kepada penjahat tadi haram, tidak berkah, sedangkan yang
diberikan kepada orang jujur adalah rizki yang berkah karena jujur adalah jalan yang sudah perintahkan oleh
Allah dan RasulNya. Seseorang yang memilih dengan cara jujur atau tidak jujur hakikatnya
itu adalah pilihan, hanya keimanan yang ada didalam hatinya yang akan mendorong
nafsu untuk memilih apa jujur atau tidak jujur. Setelah manusia memilih berarti
manusia itu sudah siap deangan resiko yang akan diterima diakhirat nanti.
Sesudah kita jujur, hati-hati
pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan,
apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min dzalik. Umar bin Abdul Aziz
-semoga Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam
hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. Kemudian beliau
membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya,
"Kenapa lampu engkau matikan, ya Abi?" lalu beliau menjawab,
"Karena minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakan
urusan keluarga dengan menggunakan asilitas negara", begitulah Umar,
sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari
Allah swt. Dari cerita yang dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang
dapat kita teladani daintaranya,
1. Menggunakan jabatan dan wewenang yang
sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan kepentingan dan
kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
2. Harta kekayaan yang melimpah yang kita
kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang didapat dengan cara
yang bersih dan tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi
hak ummat.
Harta adalah ni'mat.
Barangsiapa takut kepada Allah dalam masalah harta, lalu membelanjakannya
sesuai dengan yang diridhai-Nya, memberi makan fakir miskin, serta
mengeluarkannya untuk menolong agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, niscaya
Allah akan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, Allah akan
menjaganya dan memberkahi keluarga dan anak-anaknya. Duhai alangkah bahagianya
hamba ini, bahagia di dunia, juga bahagia di akherat. Dan, kebahagiaan bukanlah
sesuatu yang diperjual-belikan. Ia adalah anugerah Allah bagi hamba-Nya yang
ta'at dan memenuhi perintah-Nya.
"Dan kebaikan apa saja yang engkau
perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Al
Muzzammil: 20)
Orang yang berinfak
(bersedekah) di jalan Allah seakan-akan memberi pinjaman kepada Allah, padahal
Dia adalah Maha Kaya dan Maha Pemberi. Pilihan kata "qardh"
(pinjaman) tentu karena begitu sangat mulianya kedudukan orang yang berinfak di
sisi Allah. Di samping, kata "qardh" membawa makna hutang piutang,
yang berarti Allah 'Dzat yang tidak menyelisihi janji-Nya' pasti membayar
hutangNya tersebut.
"Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu
dikembalikan." (Al Baqarah: 245)
Di ayat lain Allah
menegaskan,
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan." (Ali Imran: 133-134).
Karena itu, bersegeralah
saudaraku menuju Surga yang memang diperuntukkan Allah bagi segenap hamba-Nya
yang bertakwa, yang di antara sifat-sifat mereka adalah menafkahkan hartanya,
baik di waktu lapang maupun sempit.
Suatu kali, ada seorang
Salaf yang berthawaf di Ka'bah seraya berulang-ulang membaca do'a, "Ya
Allah, jagalah diriku dari sifat kikir, ya Allah jagalah diriku dari sifat
kikir." Sehingga ada yang menegur, wahai hamba Allah, apakah engkau
tidak mengetahui selain do'a ini? Ia menjawab, sesungguhnya Allah berfirman,
"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al Hasyr: 9)
Adapun faedah menafkahkan
harta di jalan Allah adalah sangat banyak.
Pertama, Allah menjamin nafkah orang tersebut. Dalam hadits
Qudsi disebutkan,
"Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku
(menjamin) nafkahmu." (Muttafaq Alaih)
Kedua, mendapatkan kebaikan saat tibanya Hari Penyesalan,
Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa bersedekah senilai satu biji
kurma dari hasil kerja(nya) yang baik 'dan Allah tidak menerima kecuali yang
baik-baik' maka sungguh Allah menerimanya dengan Tangan KananNya, lalu
merawatnya sebagaimana salah seorang dari kamu merawat anak kuda/ untanya
sehingga (banyaknya) seperti gunung, karena itu bersedekahlah !."
(Muttafaq Alaih)
Ketiga, bersedekah bisa menghapuskan dosa. Rasulullah SAW
bersabda,
"Puasa adalah benteng, sedangkan sedekah
melenyapkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api." (HR. Ibnu
Majah dan Turmudzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Keempat, berinfak adalah salah satu akhlak Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam. Di antara perbuatan yang sangat beliau cintai adalah memberi,
bahkan memberikan sesuatu yang sangat beliau butuhkan sendiri, seperti pakaian
yang sedang beliau kenakan. Demikian menurut hadits riwayat Bukhari dari Sahl
bin Sa'ad Radhiallahu Anhu.
Kelima, berinfak menyebabkan rezki bertambah, berkembang dan
penuh berkah. Lihat kembali
"Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu
dikembalikan." (Al Baqarah: 245)
Keenam, sedekah menyebabkan pemiliknya mendapat naungan pada
Hari Pembalasan. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu Anhu disebutkan,
ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi Allah, pada hari yang tiada
naungan kecuali naungan-Nya. Salah satunya adalah,
"… dan laki-laki yang bersedekah dan
menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
dikeluarkan oleh tangan kanannya…." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, mendapat kecintaan Allah dan kecintaan manusia
terhadapnya. Orang yang suka memberi akan dicintai orang lain, sebab secara
fithrah manusia mencintai orang yang berbuat baik padanya. Seorang penyair
bersenandung,
"Berbuat baiklah kepada manusia, niscaya
engkau menaklukkan hatinya. Sungguh, kebaikanlah yang menaklukkan manusia.
Berbuat baiklah jika engkau bisa dan kuasa, karena tidak selamanya orang kuasa
berbuat baik."
Kedelapan, kemudahan melakukan keta'atan. Allah menolong orang
yang suka bersedekah dalam melakukan berbagai keta'atan, sehingga ia merasa
mudah melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman,
"Adapun orang yang memberikan (hartanya
di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik
(Surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah".( QS. Al
Lail: 5-7)
Motivasi untuk menggapai
keridhoan adalah ingat bahwa Allah swt di akhirat nanti hanya memberikan dua
pilihan apa Surga atau Neraka, tinggal kita memilih mana yang kita kehendaki. Ya
Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah
sebaik-baik Yang memberi tempat". (Q.S. Al Muminun : 29 )
Wallahu a'lam bishshawab
MATERI SHALAT KELAS X 2015
SHOLAT FARDHU
Kompetensi Inti
Memahami ketentuan Sholat Fardhu beserta
aplikasinya berdasarkan dalil al-Qur’an dan hadits shohih
Kompetensi Dasar
1. Memahami
fiqih sholat fardhu berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan hadits shohih beserta
penjelasannya
2. Memahami
tatacara sholat fardhu berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan hadits shohih.
Indikator
1. Menjelaskan urgensi sholat fardhu sebagai
pokok pangkal ibadah
2. Menjelaskan dalil- dalil yang berkaitan
dengan sholat fardhu
3. Melaksanakan sholat fardhu sesuai ketentuan
dalil yang shohih
4. Menunjukkan kesadaran melaksanakan sholat
fardhu secara konsisten dan bertanggungjawab
5. Memahami adanya perbedaan furu’iyah dalam
pelaksanaan sholat fardhu, serta menghargai perbedaan tersebut
I. URGENSI SHOLAT
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya
((QS.Al-Mu’minun : 1-2)
Dalam
pembukaan surah Al Mu’minun di atas, Allah swt. menyebutkan ciri-ciri orang
mu’min yang bahagia, penyebutan itu dimulai dengan shalat “alladziina hum fii
shalaatihim khaasyi’uun” dan ditutup dengan shalat “walladziina hum ‘alaa
shalawaatihim yuhaafidzuun”. Para ulama tafsir ketika menyingkap rahasia ayat
ini mengatakan bahwa itu menunjukkan pentingnya shalat. Bahwa shalat merupakan
barometer ibadah-ibadah yang lain. Bila shalat seseorang baik, maka bisa
dipastikan ibadah-ibadah yang lain akan ikut baik. Sebaliknya bila shalat
seseorang tidak baik, maka bisa dipastikan ibadah-ibadah yang lain tidak akan
baik.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut:
45).
Allah
yang Maha Rahman dan Rahiem sangat sayang kepada hambaNya, Ia memberikan arahan
kepada kita bagaimana agar hidup kita selamat di dunia dan di akhirat, yaitu
dengan cara menjauhi perbuatan keji dan munkar.Untuk itu, Allah SWT memberikan caranya, yaitu dengan
melaksanakan sholat.
Sholat
adalah amal perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab di hari Kiamat.
Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud
no: 864, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu
Hurairoh r.a.dimana beliau berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ
لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا
فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا
قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ
أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى
ذَاكُمْ
Artinya:“Sesungguhnya yang
pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah
sholatnya. Robb kita ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya
-sedangkan Dia lebih mengetahui-, “Perhatikan sholat hamba-Ku, sempurnakah atau
justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan
sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Perhatikan lagi,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sholat sunnah?”Jikalau terdapat sholat
sunnahnya, Allooh berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada sholat
wajib hamba-Ku itu dengan sholat sunnahnya.” Kemudian semua amal manusia akan
dihisab dengan cara demikian.”
II. HUKUM SHOLAT
Melaksanakan shalat
adalah fardhu 'ain bagi setiap orang
yang sudah mukallaf (terbebani kewajiban syari'ah), baligh (telah dewasa/dengan
ciri telah bermimpi atau menstruasi), dan 'aqil (berakal).
Ø
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Dan tidaklah
mereka diperintah kecuali agar mereka hanya beribadah/ menyembah kepada Allah
sahaja, mengikhlaskan keta'atan pada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif
(lurus), agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, demikian itulah
agama yang lurus". (Surat
Al-Bayyinah: 5).
Shalat disyari'atkan
sebagai bentuk tanda syukur kepada Allah, untuk menghilangkan dosa-dosa,
ungkapan kepatuhan dan merendahkan diri di hadapan Allah, menggunakan anggota
badan untuk berbakti kepada-Nya yang dengannya bisa seseorang terbersih dari
dosanya dan tersucikan dari kesalahan-kesalahannya dan terajarkan akan ketaatan
dan ketundukan.
III.
KAJIAN HADITS TENTANG TATACARA
SHOLAT
dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al
Bukhoory no: 631, dari Shohabat bernama Maalik bin Al Huwairits r.a. ketika
beliau bersama rombongan 20 orang menginap 20 hari di Madinah untuk mempelajari
tentang Islam dan selanjutnya agar diajarkan kepada kaumnya, lalu disela-sela
itu Rasulullah SAW bersabda :
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِي
Artinya:“Dan
sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.”
Oleh
karena itu hendaknya kaum Muslimin mengikuti gerakan-gerakan sholat sebagaimana
yang dituntunkan Rasulullah SAW
Berikut
ini kita akan kaji tatacara sholat Rasulullah SAW berdasarkan hadits shohih :
1. SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING
” كانت بي بَوَاسير، فسألت رسولَ الله صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فقال : ” صلِّ قائماً ، فإنْ لم تستطعْ ؛ فقاعداً ، فإن
لم تستطعْ ؛ فعلى جنبٍ “
Artinya:“Aku menderita wasir, maka
aku bertanya pada Rosulullah صلى الله عليه وسلم, kemudian beliau SAW menjawab, “Sholatlah
engkau dengan berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak
mampu maka berbaringlah.”
2.
MENGHADAP KIBLAT :
Rasulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا قُمْتَ إِلَى
الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
Artinya:“Jika kamu berdiri
sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke Kiblat, kemudian
bertakbirlah.”
Jika seorang Muslim berada di kawasan
atau belahan dunia dimana dia tidak memungkinkan untuk melihat Ka’bah,
maka hendaknya dia mengetahui persis arah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan
sholatnya kearah Kiblat tersebut, sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 115
berikut ini:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya:“Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah
Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
3. NIAT SHOLAT KARENA ALLAH, DIDALAM
HATI:
Adapun berkaitan dengan masalah Niat
Sholat, maka sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhary no: 1, dari
Shohabat ‘Umar bin Khaththab رضي الله عنه, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:“Sesungguhnya
seluruh amalan itu (hendaknya) dibarengi oleh niat dan sesungguhnya setiap
orang berhak mendapat dari apa yang diniatkannya.”
Setiap orang yang hendak sholat,
usahakan membarengkan niat sholatnya dengan awal sholatnya; dalam hal ini
Takbiirotul Ihroom.
Dan tidak perlu melafadzkan
sesuatupun melalui mulutnya, akan tetapi
niat tersebut cukup digerakkan dan disengajakan oleh hatinya bahwa dia akan
sholat. Niat adalah perbuatan hati bukan lisan
Sebaiknya
dianjurkan iqomah terlebih dahulu sebelum takbiratul ihram, untuk sholat sendiri maupun berjamaah
4. TAKBIIROTUL IHROM :
4.1. CARA MENGANGKAT KEDUA TANGAN:
Mengangkat kedua tangan saat
Takbiirotul Ihroom dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 753 dan
Imaam At Turmudzy no: 240, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي
الله عنه,
dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا
Artinya:“Bahwa Rasulullah
SAW jika memasuki sholat, maka
beliau mengangkat kedua tangannya
sembari menjulurkannya.”
o MENGANGKAT
KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR BAHU:
Adapun posisi kedua tangan tersebut
sejajar dengan bahu adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no:
722, dari Shohabat ‘Abdullah bin ‘Umar رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al
Albaany:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ
Artinya:“Adalah Rasulullah
صلى الله عليه وسلم jika berdiri sholat,
beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya.”
o MENGANGKAT
KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR KEDUA DAUN TELINGA:
Akan tetapi terdapat
Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Al Jaruud dalam Kitab “Al Muntaqo” no: 202,
dari Waa’il bin Hujr رضي
الله عنه.
Bahwa beliau berkata:
لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه
و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيهوَذَكَرَ الْحَدِيثَ
، فَسَجَدَ فَوَضَعَ رَأْسَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ عَلَى مِثْلِ مِقْدَارِهِمَا حِينَ افْتَتَحَ
الصَّلاَةَ
Artinya:“Sungguh aku
melihat Sholat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dimana ketika
beliau membuka sholat, beliau bertakbir
dan mengangkat kedua tangannya sehingga aku lihat kedua ibu jarinya dekat
dengan kedua telinganya.”
Dan juga sebagaimana dalam Hadits
Riwayat Imaam Ahmad no: 18869, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Syu’aib Al
Arna’uuth, bahwa beliau melihat:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرفع
يديه حين افتتح الصلاة حتى حاذت إبهامه شحمة أذنيه
Artinya:“Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengangkat
kedua tangannya ketika membuka sholat sehingga kedua ibu jarinya sejajar dengan
daun kedua telinganya.”
Keterangan:
Jadi ada 2 pilihan bagi
posisi mengangkat tangan tersebut, boleh sejajar dengan bahu, dan boleh pula
sejajar dengan kedua daun telinga.
4.2. CARA SEDEKAP
o MELETAKKAN
TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI, DIATAS DADA
Setelah Takbir “Alloohu Akbar” usai,
letakkanlah tangan kanan diatas tangan kiri, diatas dada. Hal ini sebagaimana
dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hudzaimah no: 479, dari Shohabat Waa’il bin
Hujr رضي
الله عنه,
berikut ini:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع
يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
Artinya:“Aku sholat
bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan beliau meletakkan tangan kanannya
diatas tangan kirinya DIATAS DADANYA.”
5. ARAH MATA SAAT SHOLAT :
Imaam Muhammad bin Siriin رحمه الله berkata, “Para Shohabat mengangkat
pandangan mereka ke langit dalam sholat. Akan tetapi ketika ayat ini (QS Al
Mu’minuun (23) ayat 1-2) turun, maka mereka menundukkan pandangan mereka ke
tempat sujud mereka.” (Tafsiir Ibnu Katsiir Jilid 5 halaman 461)
Berikut ini adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-2
tersebut :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ
هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾
Artinya:(1) “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu`
dalam sholatnya.”
Syaikh Al ‘Utsaimiin رحمه الله menjelaskan dalam Syarah beliau terhadap
Kitab Zaadul Mustaqni’ Jilid 3 halaman 15, bahwa mengarahkan pandangan kearah
tempat sujud adalah menjadi sikap kebanyakan ahlul ‘Ilmu.
Demikian pula Syaikh Nashiruddin Al
Albaany رحمه
الله
dalam Kitab “Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 233 mengatakan bahwa pendapat
inilah yang benar dari madzab Hanafi; yaitu bahwa beliau menganjurkan agar
seseorang yang sholat mengarahkan pandangannya ke tempat sujudnya, karena yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada khusyu’ dan itulah yang benar.
6.
GERAKAN RUKU
A) GERAKAN TANGAN KETIKA RUKU’
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ
وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا
Artinya:“Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar
dengan kedua bahunya ketika memulai sholat dan ketika bertakbir untuk rukuu’
dan ketika beliau صلى
الله عليه وسلم bangun dari rukuu’.” (Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no:
735 dan Imaam An Nasaa’I no: 1059, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar)
B) LETAK TANGAN DISAAT RUKU’
عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم الصَّلاَةَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا رَكَعَ طَبَّقَ يَدَيْهِ بَيْنَ
رُكْبَتَيْهِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ سَعْدًا فَقَالَ صَدَقَ أَخِى قَدْ كُنَّا نَفْعَلُ
هَذَا ثُمَّ أُمِرْنَا بِهَذَا يَعْنِى الإِمْسَاكَ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ
Artinya:“Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajari
kami sholat, lalu beliau صلى الله عليه وسلم bertakbir dan
mengangkat kedua tangannya, dan ketika ruku’ beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan
kedua tangannya diatas lututnya.”
(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 747, dan dishohiihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar)
C)
KEADAAN TUBUH PADA SAAT RUKU’
- Punggung harus rata
- Kepala tidak mendongak keatas dan tidak
menunduk kebawah, melainkan harus
lurus.
Hal ini adalah dijelaskan dalam
dalil-dalil berikut ini:
Gerakan tubuh ketika ruku’ adalah
sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1138, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa beliau رضي الله عنها berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ
بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى
يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ
حَتَّى يَسْتَوِىَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ
يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ
عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ
السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ
Artinya:“Adalah Rasulullah
صلى الله عليه وسلم membuka sholat dengan
Takbir dan membuka bacaan dengan “Alhamdulillaahirrobbil ‘aalamiin”. Dan jika
beliau صلى الله عليه وسلم ruku’,
beliau صلى الله عليه وسلم tidak
menengadahkan kepalanya keatas, akan tetapi tidak juga menundukkannya, tetapi
diantara keduanya (rata). Dan jika beliau صلى
الله عليه وسلمbangun
dari rukuu’, beliau صلى الله عليه وسلم tidak langsung bersujud sehingga berdiri
tegak terlebih dahulu. Dan apabila beliau صلى
الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dari sujud,
belum sujud lagi sehingga duduk dengan lurus. Dan beliau صلى
الله عليه وسلم pada setiap dua rokaat membaca
Tahhiyyat dimana beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.
Dan beliau صلى الله عليه وسلم melarang
dari duduk syaithoon. Dan melarang seseorang menghamparkan kedua sikunya
sebagaiman terkaman binatang buas. Dan beliau صلى
الله عليه وسلم menutup sholatnya dengan Salam.”
Dan beliau صلى
الله عليه وسلم meratakan punggungnya pada saat rukuu’. Hal ini sebagaimana terdapat Hadits diriwayatkan oleh
Imaam Ibnu Maajah no: 872, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dari
Waabishoh bin Ma’bad رضي
الله عنه,
bahwa beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي
. فكان إذا ركع سوى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر
Artinya:“Aku melihat
Rasulullah صلى الله
عليه وسلم sholat, beliau meratakan punggungnya
sehingga kalau ditumpahkan air niscaya air tersebut tidak tumpah.”
7. I’TIDAAL :
A.
POSISI BADAN TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al
Imaam Muslim no: 498 dari ‘Aa’isyah R.A.bahwa:
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ
لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا
Artinya:“Adalah RAsulullah صلى
الله عليه وسلم apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’, tidak bersujud
sehingga berposisi berdiri tegak lurus.”
Bahkan lebih jelas lagi adalah
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no:
828, dimana para Shohabat menggambarkan bahwa:
وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ
رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ
كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
Artinya:“Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila rukuu’ maka kedua tangan beliau صلى الله عليه وسلمmenggenggam kedua lutut,
kemudian meluruskan punggungnya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’
beliau صلى
الله عليه وسلم berdiri tegak sehingga setiap sendi kembali ke tempat semula.”
B. THUMA’NINAH DALAM I’TIDAAL
Thuma’ninah artinya berhenti sejenak
(sejenak itu adalah lama waktunya sekedar seorang mengucapkan satu kali
tasbih), antara satu gerakan ke gerakan yang lainnya.
Dimana thuma’ninah ini dijelaskan
dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6667 dan Al Imaam Muslim no: 397,
dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Artinya:“Kemudian rukuu’-lah kamu
sehingga thuma’ninah dalam keadaan rukuu’; kemudian bangkitlah kamu dari rukuu’
sehingga kamu I’tidaal dalam keadaan berdiri thuma’ninah, kemudian sujudlah
sehingga kamu sujud dalam keadaan thuma’ninah.”
8.
SUJUD :
8.1.
URUTAN GERAK MENUJU SUJUD
A)
MENGANGKAT KEDUA TANGAN, SEBAGAIMANA GERAKAN TAKBIIROTUL IHROOM
Kemudian apabila seorang Muslim
hendak bergerak menuju sujud maka ia mengangkat kedua tangan terlebih dahulu
sebagaimana gerakan takbiirotul ihroom yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat
Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه berikut ini bahwa beliau berkata:
إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ
حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ
وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
Artinya:“Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila membuka sholat, maka beliau
mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan
ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya
diantara dua sujud.”
B) BERGERAK TURUN MENUJU SUJUD
Dan mengucapkan “Alloohu Akbar”
ketika ia turun menuju sujud, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al
Imaam Al Bukhoory no: 803 dan Al Imaam Muslim no: 392, dari Shohabat Abu
Hurairoh رضي
الله عنه
bahwa Rosuulullooh صلى
الله عليه وسلم :
ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ حِينَ يَهْوِي
سَاجِدًا
Artinya:“Mengatakan
“Alloohu Akbar” ketika turun menuju Sujud.”
C) MELETAKKAN TANGAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM
LUTUT
Ketika hendak sujud maka letakkanlah
tangan terlebih dahulu sebelum lutut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam
Abu Daawud no: 840, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari
Shohabat Abu Hurairoh رضي
الله عنه,
beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ
كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:“Jika seorang dari kalian
sujud maka janganlah kalian turun merunduk sebagaimana apa yang dilakukan oleh
onta, akan tetapi letakkanlah kedua tangan sebelum kedua lutut.”
Adapun Hadits yang menyatakan
hendaknya kedua lutut terlebih dahulu daripada kedua tangannya, maka Hadits itu
tergolong Hadits yang lemah (dho’iif), sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam
Abu Daawud no: 838, Al Imaam At Turmudzy no: 268 dan Al Imaam Ibnu Maajah no:
882 dan Al Imaam An Nasaa’i no: 1089, sebagaimana hal ini telah dinyatakan
ke-dho’iif-annya oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany. Yaitu melalui Waa’il bin
Hujr رضي
الله عنه,
beliau berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم
إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ
قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:“Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم apabila beliau sujud, maka beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan kedua lututnya sebelum kedua
tangannya. Dan apabila bangun, maka beliauصلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya sebelum kedua
lututnya.”
Walaupun demikian, Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Kitab “Majmu Al Fatawa” Jilid 22
halaman 449, berkata: “Adapun sholat dengan kedua cara ini (mendahulukan kedua
tangan sebelum kedua lutut atau kedua lutut sebelum kedua tangan – pen.) adalah
dibolehkan sesuai dengan apa yang disepakati para ‘Ulama, yaitu jika orang yang
sholat mau, maka dia boleh meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.
Dan jika dia mau maka dia boleh meletakkan kedua tangannya kemudian kedua
lututnya. Dan sholatnya sah dalam kedua keadaan ini, sesuai dengan kesepakatan
para ‘Ulama.”
Sikap ini juga menjadi sikap yang
diambil oleh Syaik ‘Abdul Aziiz bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiin رحمهما الله.
POSISI
TUBUH SAAT SUJUD
-
Dahi bersamaan satu paket dengan ujung hidung, ditempelkan ke tempat
sujud
-
Telapak kaki belakang merapat dan tegak lurus
-
Paha lurus, tidak berhimpit dengan betis ataupun perut
-
Posisi tangan merenggang, jika memungkinkan. Tangan merenggang dari
dada, telapak tangan sejajar seperti
posisi jari-jemari saat sedang TakbiIrotul Ihroom. Dan jari jemari tidaklah
merapat, dan tidak pula sangat merenggang.
Posisi tubuh saat sujud tersebut
adalah sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
E-1)
DIATAS 7 (TUJUH) ANGGOTA BADAN
Hal ini adalah dijelaskan dalam
Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 815 dan Al Imaam Muslim no: 490, dari
Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه, beliau berkata:
أُمِرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ
يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ ، وَلاَ يَكُفَّ ثَوْبَهُ ، وَلاَ شَعَرَهُ
Artinya:“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم diperintahkan untuk sujud diatas 7 (tujuh)
tulang dan tidak menyingkap bajunya dan rambutnya.”
E-2)
KEPALA DIANTARA KEDUA TELAPAK TANGANNYA
Ketika sujud maka hendaknya seorang
Muslim meletakkan kepala diantara kedua telapak tangannya, sebagaimana dalam
Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 401 dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي
الله عنه,
dimana dijelaskan bahwa: فَلَمَّا سَجَدَ
سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
Artinya:“Ketika
beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم bersujud, beliau صلى
الله عليه وسلم bersujud diantara kedua telapak tangannya.”
E-3) MERENGGANGKAN JARI DAN LENGAN
Adapun keadaan kedua tangan saat sujud
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 390 dan Al Imaam
Muslim no: 495, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Maalik bin Buhainah رضي الله عنه, bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ
إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
Artinya:“Nabiصلى الله عليه وسلم jika sholat, merenggangkan
kedua tangannya hingga nampak putih ketiaknya.”
E-4)
TEGAP DAN TIDAK MALAS
Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al
Imaam Al Bukhoory no: 822 dan Imaam Muslim no: 493, dari Shohabat Anas bin
Maalik رضي
الله عنه,
bahwa Rosuulullooh صلى
الله عليه وسلم bersabda:
اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ
أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Artinya:“Luruslah kalian
dalam sujud dan jangan lah seorang dari kalian menghamparkan kedua sikunya
seperti anjing.”
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al
Imaam Muslim no: 494, dari Al Baroo’ bin Al Azib رضي الله عنه, beliau berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Artinya:“Jika kamu sujud
maka letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkat kedua sikumu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An
Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 688 melalui Shohabat Abu Humaid As Saa’idy
رضي
الله عنه,
berkata:
كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا هوى
إلى الأرض ساجدا جافى عضديه عن أبطيه وفتح أصابع رجليه
Artinya:“Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم jika turun ke tanah menuju sujud maka
beliau merenggangkan kedua lengan tangannya dari dua ketiaknya. Dan membuka
jari kedua kakinya.”
9.
DUDUK ANTARA DUA SUJUD
Apabila seorang yang sholat selesai
melakukan sujud yang pertama, kemudian bangun dan menjelang sujud yang kedua,
dalam setiap rakaat ; tentunya melakukan posisi Duduk. Dimana posisi duduk ini
disebut Duduk antara 2 Sujud.
Dan Duduk antara 2 Sujud ini
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
Pandangan mata ke tempat sujud
-
Duduk diatas telapak kaki kiri.
-
Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
-
Telapak tangan kanan diatas paha kanan dan telapak tangan kiri berada
diatas paha kiri.
Imaam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata dalam Kitab “Zaadul Ma’ad” Jilid I
halaman 230: “Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya (dari sujud) sembari
bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya, dan beliau صلى الله عليه وسلم melalukan itu sebelum mengangkat kedua
tangannya, kemudian duduk dengan menghamparkan kaki kiri, lalu mendudukinya dan
menegakkan kaki kanannya.”
Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh
Syaikh Al ‘Utsaimin, yang terdapat didalam “Koleksi Fatwa dan Risalah” beliau
Jilid XIII halaman 144, beliau berkata: “Yang saya tahu tidak ada dalil yang
menunjukkan adanya perbedaan antara Duduk Tasyahhud dengan Duduk antara Dua
Sujud.”
10. TASYAHHUD
Adapun tentang Tasyahhud adalah
sebagaimana dijelaskan berikut ini:
A) POSISI DUDUK SAAT TASYAHHUD
Sebagaimana dalam Hadits
Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 889, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al
Albaany, dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, beliau berkata:
Artinya:“Sungguh aku melihat pada
sholat Rosuulullooh صلى
الله عليه وسلم bagaimana beliau صلى الله عليه وسلم sholat lalu beliau صلى
الله عليه وسلم berdiri, kemudian bertakbir, kemudian mengangkat kedua
tangannya sehingga sejajar dengan
kedua telinganya, kemudian meletakkan tangan kanannya diatas telapak tangan
kirinya dan pergelangan dan punggung lengan bawah tangan kirinya.
Dan ketika hendak rukuu’ beliau صلى
الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya seperti itu, kemudian meletakkan
kedua tangannya diatas kedua lututnya, kemudian ketika beliau صلى
الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dari rukuu’ melakukan hal yang sama,
kemudian beliau صلى الله عليه وسلم sujud lalu mensejajarkan kedua telapak
tangannya dengan telinganya, kemudian duduk dan ber-iftirosy (menghamparkan
kaki kirinya) dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas pahanya dan lututnya
yang kiri, dan menjadikan siku tangan kanannya diatas paha kanannya, kemudian
menggenggam dua dari jarinya dan membentuk lingkaran,
kemudian mengangkat jarinya. Aku lihat menggerak-gerakkannya saat berdoa.”
B) DUDUK IFTIROSY SAAT TASYAHHUD AWAL
Dalam Tasyahhud Awal hendaknya
seorang yang sedang sholat memposisikan dirinya dalam sikap Iftirosy,
sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa:
وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ
رِجْلَهُ الْيُمْنَى
Artinya:“Nabi صلى الله عليه وسلم
menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”
Duduk Iftirosy tersebut dapat
digambarkan sebagaimana berikut ini :
-
Duduk diatas telapak kaki kiri
-
Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
C)
DUDUK TAWARRUK SAAT TASYAHHUD AKHIR
Dalam Tasyahud Akhir ini, seorang
yang sedang sholat hendaknya memposisikan dirinya dalam sikap Tawarruk, sebagaimana
dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 579, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az
Zubair رضي
الله عنه,
beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
إِذَا قَعَدَ فِى الصَّلاَةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ
وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى
وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
Artinya:“Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila duduk dalam sholat (Tasyahhud
Akhir), beliau صلى
الله عليه وسلم mengedepankan kaki kirinya (mengeluarkan kaki kirinya) diantara
pahanya dan betisnya, dan menghamparkan kaki kanannya dan meletakkan tangan
kirinya diatas lutur kirinya. Dan meletakkan tangan kanannya diatas paha
kanannya, sembari memberi isyarat dengan telunjuknya.”
Duduk Tawarruk tersebut dapat
digambarkan sebagaimana berikut ini :
-
Duduk diatas lantai (sajadah).
-
Telapak kaki kanan tegak lurus dengan ujung jari mengarah kearah Kiblat.
-
Ujung kaki kiri diposisikan dibawah betis kaki kanan. Nampak ujung-ujung
jarinya.
D) PANDANGAN MATA SAAT TASYAHHUD
Sedangkan pandangan mata saat duduk
Tasyahhud tersebut adalah diarahkan ke jari telunjuk tangan kanan, sebagaimana
dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i no: 1160, dishohiihkan oleh
Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, bahwa beliau صلى الله عليه وسلم :
وضع يده اليمنى على فخذه اليمنى وأشار بأصبعه
التي تلي الإبهام في القبلة ورمى ببصره إليها
Artinya:“Meletakkan tangan
kanannya diatas paha kanannya dan memberi isyarat dengan telunjuknya kearah
Kiblat sembari mengarahkan pandangannya padanya (pada telunjuk tangannya).”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An
Nasaa’I no: 1275 dan Al Imaam Abu Daawud no: 990, dishohiihkan oleh Syaikh
Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Az Zubair رضي الله عنه, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
كَانَ إِذَا قَعَدَ فِي التَّشَهُّدِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ لاَ يُجَاوِزُ بَصَرُهُ إِشَارَتَهُ
Artinya:“Bahwa
Rosuulullooh صلى
الله عليه وسلم apabila duduk dalam Tasyahud maka beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan telapak tangan kirinya diatas
paha kirinya dan memberi isyarat dengan telunjuknya dan pandangannya tidak
melewati isyarat telunjuknya.”
E)
POSISI PELETAKAN TANGAN SAAT TASYAHHUD
Sedangkan posisi peletakan tangan
saat Tasyahhud tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al
Imaam At Turmudzy no: 294, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,
dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه:
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا جلس
في الصلاة وضع يده اليمنى على ركبته ورفع إصبعه التي تلي الإبهام اليمنى يدعو بها ويده
اليسرى على ركبته باسطها عليه
Artinya:“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمapabila duduk dalam
sholat, beliauصلى
الله عليه وسلمmeletakkan
tangan kanannya diatas lututnya dan mengangkat telunjuknya yang kanan ketika
berdo’a dan menghamparkan tangan kirinya diatas lututnya.”
E-1)
Posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Awal dapat digambarkan
sebagaimana berikut ini:
-
Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
-
Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan
ujung ibu jari ke ujung
jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
-
Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
E-2)
Sedangkan posisi peletakan tangan saat Tasyahhud Akhir dapat digambarkan
sebagaimana berikut ini:
-
Telapak tangan kiri diatas lutut kiri.
-
Telapak tangan kanan sembari menunjuk kearah Kiblat. Dengan menempelkan
ujung ibu jari ke ujung
jari tengah. Atau seperti orang menunjuk.
-
Pandangan mata tertuju pada ujung jari telunjuk.
F) KEADAAN JARI-JEMARI TANGAN KANAN SAAT
TASYAHHUD
Adapun keadaan jari jemari tangan
kanan saat tasyahhud tersebut adalah membentuk angka 53, sebagaimana dijelaskan
dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 6153, menurut Syaikh Syu’aib Al
Arnaa’uth sanadnya Shohiih memenuhi syarat Al Imaam Muslim, para perowinya
terpercaya, termasuk para perowi Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim
kecuali Hammad bin Salamah, beliau termasuk perowi Shohiih Muslim; dari
Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه :
أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا قعد
يتشهد وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى ووضع يده اليمنى على ركبته اليمنى وعقد ثلاثا
وخمسين ودعا
Artinya:“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلمapabila duduk bertasyahhud
beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan
kanannya diatas lutut kanannya dan membentuk angka 53 kemudian berdoa.”
Atau menggenggamkan seluruh jemari
tangan kanan dan menunjuk dengan telunjuknya, dan meletakkannya diatas paha
kanannya; lalu meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya.
Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no:
580, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, dimana didalam riwayat itu dijelaskan
bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
يَصْنَعُ قَالَ كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى
فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الَّتِى
تَلِى الإِبْهَامَ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
Artinya:“Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila duduk dalam sholat maka beliau صلى الله عليه وسلمmeletakkan telapak tangan
kanannya diatas paha kanannya dengan menggenggam seluruh jarinya dan menunjuk
dengan telunjuknya, dan meletakkan telapak tangan kirinya diatas paha kirinya.”
Adapun ketika Salam, hendaknya
seseorang memalingkan kepalanya ke kanan hingga putih pipinya terlihat,
kemudian memalingkan kepalanya ke kiri hingga putih pipinya terlihat oleh orang
dibelakangnya.
Hal tersebut adalah sebagaimana
dijelaskan dalam dalil berikut ini:
Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i
dalam As Sunnan Al Kubro no: 1248, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al
Albaany dalam Shohiih Sunnan An Nasaa’i no: 1324, dari Shohabat ‘Abdullooh bin
‘Umar رضي الله عنه:
أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ
وَعَنْ يَسَارِهِ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ هَاهُنَا وَبَيَاضُ خَدِّهِ مِنْ
هَاهُنَا
Artinya:“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersalam ke
kanan dan ke kiri dengan mengatakan “Assalamu’alaikum Warohmatullooh”,
“Assalamu’alaikum Warohmatullooh” sehingga terlihat putih pipinya dari sini dan
putih pipinya dari sini.”
Langganan:
Postingan (Atom)